A.
Latar Belakang
Banyak kesulitan yang terjadi dalam melacak sejarah manajemen. Namun diketahui bahwa ilmu manajemen telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Hal ini dibuktikan dengan di. Piramida tersebut dibangun oleh lebih dari 100.000 orang selama 20 tahun. Piramida giza tak akan berhasil dibangun jika tidak ada seseorang tanpa mempedulikan apa sebutan untuk manajer ketika itu yang merencanakan apa yang harus dilakukan, mengorganisir manusia serta bahan bakunya, memimpin dan mengarahkan para pekerja, dan menegakkan pengendalian tertentu guna menjamin bahwa segala sesuatunya dikerjakan sesuai rencana
Praktik-praktik
manajemen lainnya dapat disaksikan selama tahun 1400-an di kota venesia,
italia, yang ketika itu menjadi pusat perekonomian dan perdagangan di sana.
Penduduk venesia mengembangkan bentuk awal perusahaan bisnis dan melakukan
banyak kegiatan yang lazim terjadi di organisasi modern saat ini. Sebagai
contoh, di gudang senjata venesia, kapal perang diluncurkan sepanjang kanal dan
pada tiap-tiap perhentian, bahan baku dan tali layar ditambahkan ke kapal
tersebut. Hal ini mirip dengan model lini perakitan (assembly line) yang
dikembangkan untuk merakit mobil-mobilnya. Selain lini perakitan tersebut,
orang venesia memiliki sistem penyimpanan dan pergudangan untuk memantau
isinya, manajemen sumber daya manusia untuk mengelola angkatan kerja, dan
sistem akuntansi untuk melacak pendapatan dan biaya.
Sebelum
abad ke-20, terjadi dua peristiwa penting dalam ilmu manajemen. Peristiwa
pertama terjadi pada tahun 1776, ketika adam smith menerbitkan sebuah doktrin
ekonomi klasik, the wealth of nation. Dalam bukunya itu, ia mengemukakan
keunggulan ekonomis yang akan diperoleh organisasi dari pembagian kerja
(division of labor), yaitu perincian pekerjaan ke dalam tugas-tugas yang
spesifik dan berulang. Dengan menggunakan industri pabrik peniti sebagai
contoh, smith mengatakan bahwa dengan sepuluh orang—masing-masing melakukan
pekerjaan khusus—perusahaan peniti dapat menghasilkan kurang lebih 48.000
peniti dalam sehari. Akan tetapi, jika setiap orang bekerja sendiri
menyelesaikan tiap-tiap bagian pekerjaan, sudah sangat hebat bila mereka mampu
menghasilkan sepuluh peniti sehari. Smith menyimpulkan bahwa pembagian kerja
dapat meningkatkan produktivitas dengan
• Meningkatnya keterampilan dan kecekatan tiap-tiap pekerja,
• Menghemat waktu yang terbuang dalam pergantian tugas, dan
• Menciptakan mesin dan penemuan lain yang dapat menghemat tenaga kerja.
• Meningkatnya keterampilan dan kecekatan tiap-tiap pekerja,
• Menghemat waktu yang terbuang dalam pergantian tugas, dan
• Menciptakan mesin dan penemuan lain yang dapat menghemat tenaga kerja.
Peristiwa
penting kedua yang mempengaruhi perkembangan ilmu manajemen adalah revolusi
industri di inggris. Revolusi industri menandai dimulainya penggunaan mesin,
menggantikan tenaga manusia, yang berakibat pada pindahnya kegiatan produksi
dari rumah-rumah menuju tempat khusus yang disebut pabrik. Perpindahan ini
mengakibatkan manajer-manajer ketika itu membutuhkan teori yang dapat membantu
mereka meramalkan permintaan, memastikan cukupnya persediaan bahan baku,
memberikan tugas kepada bawahan, mengarahkan kegiatan sehari-hari, dan
lain-lain, sehingga ilmu manajamen mulai dikembangkan oleh para ahli.
Di awal abad ke-20, seorang industriawan perancis bernama henry fayol mengajukan gagasan lima fungsi utama manajemen: merancang, mengorganisasi, memerintah, mengoordinasi, dan mengendalikan. Gagasan fayol itu kemudian mulai digunakan sebagai kerangka kerja buku ajar ilmu manajemen pada pertengahan tahun 1950, dan terus berlangsung hingga sekarang.
Di awal abad ke-20, seorang industriawan perancis bernama henry fayol mengajukan gagasan lima fungsi utama manajemen: merancang, mengorganisasi, memerintah, mengoordinasi, dan mengendalikan. Gagasan fayol itu kemudian mulai digunakan sebagai kerangka kerja buku ajar ilmu manajemen pada pertengahan tahun 1950, dan terus berlangsung hingga sekarang.
Sumbangan
penting lainnya datang dari. Weber menggambarkan suatu tipe ideal organisasi
yang disebut sebagai birokrasi bentuk organisasi yang dicirikan oleh pembagian
kerja, hierarki yang didefinisikan dengan jelas, peraturan dan ketetapan yang
rinci, dan sejumlah hubungan yang impersonal. Namun, weber menyadari bahwa
bentuk “birokrasi yang ideal” itu tidak ada dalam realita. Dia menggambarkan
tipe organisasi tersebut dengan maksud menjadikannya sebagai landasan untuk
berteori tentang bagaimana pekerjaan dapat dilakukan dalam kelompok besar.
Teorinya tersebut menjadi contoh desain struktural bagi banyak organisasi besar
sekarang ini.
Perkembangan
selanjutnya terjadi pada tahun, yang merupakan kombinasi dari teori statistika
dengan teori mikroekonomi. Riset operasi, sering dikenal dengan “sains
manajemen”, mencoba pendekatan sains untuk menyelesaikan masalah dalam
manajemen, khususnya di bidang sering disebut sebagai bapak ilmu
manajemen—menerbitkan salah satu buku paling awal tentang manajemen terapan:
“konsep korporasi” (concept of the corporation). Buku ini muncul atas ide.
B.
TUJUAN
• Mengetahui Manajemen
• Memahami tentang Manajemen
• Mengetahui bagian-bagian Manajemen
• Mengetahui Manajemen
• Memahami tentang Manajemen
• Mengetahui bagian-bagian Manajemen
C.
RUMUSAN MASALAH
• Makna dari manajemen.
• Mengenal bahwa perkembangan manajemen sangat berguna
• Makna dari manajemen.
• Mengenal bahwa perkembangan manajemen sangat berguna
LANDASAN TEORI
Manajemen
ilmiah, atau dalam bahasa Inggris disebut scientific
management, pertama kali dipopulerkan oleh Frederick Winslow Taylor dalam
bukunya yang berjudul Principles of Scientific Management pada tahun 1911.
Dalam bukunya itu, Taylor mendeskripsikan manajemen ilmiah adalah “penggunaan
metode ilmiah untuk menentukan cara terbaik dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.”
Beberapa penulis seperti menganggap tahun terbitnya buku ini sebagai tahun
lahirya teori manajemen modern.
Ide
tentang penggunaan metode ilmiah muncul ketika Taylor merasa kurang puas dengan
ketidakefesienan pekerja di perusahaannya. Ketidakefesienan itu muncul karena
mereka menggunakan berbagai macam teknik yang berbeda untuk pekerjaan yang
sama—nyaris tak ada standar kerja di sana. Selain itu, para pekerja cenderung
menganggap gampang pekerjaannya. Taylor berpendapat bahwa hasil dari para
pekerja itu hanyalah sepertiga dari yang seharusnya. Taylor kemudian, selama 20
tahun, berusaha keras mengoreksi keadaan tersebut dengan menerapkan metode
ilmiah untuk menemukan sebuah “teknik paling baik” dalam menyelesaikan
tiap-tiap pekerjaan.
Berdasarkan
pengalamannya itu, Taylor membuat sebuah pedoman yang jelas tentang cara
meningkatkan efesiensi produksi. Pedoman tersebut adalah:
1.
Kembangkanlah suatu ilmu bagi tiap-tiap unsur pekerjaan seseorang, yang akan
menggantikan metode lama yang bersifat untung-untungan.
2. Secara ilmiah, pilihlah dan kemudian latihlah, ajarilah, atau kembangkanlah pekerja tersebut.
3. Bekerja samalah secara sungguh-sungguh dengan para pekerja untu menjamin bahwa semua pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip ilmu yang telah dikembangkan tadi.
4. Bagilah pekerjaan dan tanggung jawab secara hampir merata antara manajemen dan para pekerja. Manajemen mengambil alih semua pekerjaan yang lebih sesuai baginya daripada bagi para pekerja.
2. Secara ilmiah, pilihlah dan kemudian latihlah, ajarilah, atau kembangkanlah pekerja tersebut.
3. Bekerja samalah secara sungguh-sungguh dengan para pekerja untu menjamin bahwa semua pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip ilmu yang telah dikembangkan tadi.
4. Bagilah pekerjaan dan tanggung jawab secara hampir merata antara manajemen dan para pekerja. Manajemen mengambil alih semua pekerjaan yang lebih sesuai baginya daripada bagi para pekerja.
Pedoman
ini mengubah drastis pola pikir manajemen ketika itu. Jika sebelumnya pekerja
memilih sendiri pekerjaan mereka dan melatih diri semampu mereka, Taylor
mengusulkan manajemenlah yang harus memilihkan pekerjaan dan melatihnya.
Manajemen juga disarankan untuk mengambil alih pekerjaan yang tidak sesuai
dengan pekerja, terutama bagian perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan
pengontrolan. Hal ini berbeda dengan pemikiran sebelumnya di mana pekerjalah
yang melakukan tugas tersebut.
Manajemen
ilmiah kemudian dikembangkan lebih jauh oleh pasangan suami-istri Frank dan
Lillian Gilbreth. Keduanya tertarik dengan ide Taylor setelah mendengarkan
ceramahnya pada sebuah pertemuan profesional.
Keluarga Gilbreth berhasil menciptakan yang dapat mencatat setiap gerakan yang dilakukan oleh pekerja dan lamanya waktu yang dihabiskan untuk melakukan setiap gerakan tersebut. Gerakan yang sia-sia yang luput dari pengamatan mata telanjang dapat diidentifikasi dengan alat ini, untuk kemudian dihilangkan. Keluarga Gilbreth juga menyusun skema klasifikasi untuk memberi nama tujuh belas gerakan tangan dasar (seperti mencari, menggenggam, memegang) yang mereka sebut Therbligs (dari nama keluarga mereka, Gilbreth, yang dieja terbalik dengan huruf th tetap). Skema tersebut memungkinkan keluarga Gilbreth menganalisis cara yang lebih tepat dari unsur-unsur setiap gerakan tangan pekerja.
Keluarga Gilbreth berhasil menciptakan yang dapat mencatat setiap gerakan yang dilakukan oleh pekerja dan lamanya waktu yang dihabiskan untuk melakukan setiap gerakan tersebut. Gerakan yang sia-sia yang luput dari pengamatan mata telanjang dapat diidentifikasi dengan alat ini, untuk kemudian dihilangkan. Keluarga Gilbreth juga menyusun skema klasifikasi untuk memberi nama tujuh belas gerakan tangan dasar (seperti mencari, menggenggam, memegang) yang mereka sebut Therbligs (dari nama keluarga mereka, Gilbreth, yang dieja terbalik dengan huruf th tetap). Skema tersebut memungkinkan keluarga Gilbreth menganalisis cara yang lebih tepat dari unsur-unsur setiap gerakan tangan pekerja.
Skema
itu mereka dapatkan dari pengamatan mereka terhadap cara penyusunan batu bata.
Sebelumnya, Frank yang bekerja sebagai kontraktor bangunan menemukan bahwa
seorang pekerja melakukan 18 gerakan untuk memasang batu bata untuk eksterior
dan 18 gerakan juga untuk interior. Melalui penelitian, ia menghilangkan
gerakan-gerakan yang tidak perlu sehingga gerakan yang diperlukan untuk
memasang batu bata eksterior berkurang dari 18 gerakan menjadi 5 gerakan.
Sementara untuk batu bata interior, ia mengurangi secara drastis dari 18
gerakan hingga menjadi 2 gerakan saja. Dengan menggunakan teknik-teknik
Gilbreth, tukang baku dapat lebih produktif dan berkurang kelelahannya di
penghujung hari.
Beberapa
orang, bagaimanapun, menemukan kalau definisi ini, walaupun berguna, terlalu
sempit. Frase “manajemen adalah apa yang manajer lakukan” terjadi dalam banyak
tempat, mensugestikan tingkat kesulitan mendefinisikan manajemen, sifat yang
berubah-ubah dari definisi tersebut, dan hubungan dari praktek manajerial
dengan eksistensi kader manajerial atau kelas
Pengguna
bahasa Inggris biasa menggunakan istilah “management” atau “the managment”
sebagai kata kolektif mendeskripsikan organisasi, sebagai contoh ialah korporasi.
Bidang pelajaran manajemen berkembang dari kondisi ekonomi di abad ke-19.
Pelaku Ekonomi klasik seperti Adam Smith dan John Stuart Mill memberikan teori
alokasi sumber daya, produksi dan penetapan harga. Pada saat yang hampir
bersamaan, penemu seperti Eli Whitney, James Watt, dan Matthew Boulton
mengembangkan teknik produksi seperti standarisasi, prosedur kontrol kualitas,
akuntansi biaya, penukaran bahan, dan perencanaan kerja.
Pada
pertengahan abad 19, Robert Owen, Henry Poor, dan M. Laughlin dan lain-lain
memperkenalkan elemen manusia dengan teori pelatihan, motivasi, struktur
organisasi dan kontrol pengembangan pekerja.
Pada
akhir abad 19, Pelaku ekonomi marginal Alfred Marshall dan Leon Walras dan
lainnya memperkenalkan lapisan baru yang kompleks ke teori manajemen. Pada
1900an manajer mencoba mengganti teori mereka secara keseleruhan berdasarkan
sains. Seperti Henry Fayol dan Alexander Church menjelaskan beberapa cabang
dalam manajemen dan hubungan satu sama lain.
William
Stewart, (Carter-Scott, 1994) seorang alumnus the Naval Academy yang merupakan
veteran perang Vietnam ikut berpendapat tentang manajemen dengan mengatakan,
“Ada perbedaan keahlian yang dituntut di dunia militer. Ketika keadaan damai,
misalnya, anda akan sukses jika anda tahu bagaimana menerapkan manajemen. Namun
ketika perang, anda hanya akan sukses jika anda mampu memimpin.
Peter
Drucker menulis salah satu buku paling awal tentang manajemen terapan: “Konsep
Korporasi” (Concept of the Corporation), diterbitkan tahun 1946. Buku ini
muncul atas ide Alfred Sloan (chairman dari General Motors) yang menugaskan
penelitian tentang organisasi.
H.
Dodge, Ronald Fisher, dan Thorton C Fry memperkenalkan teknik statistika ke
dalam manajemen. Pada tahun 1940an, Patrick Blackett mengkombinasikan teori
statistika dengan teori mikroekonomi dan lahirlah ilmu riset operasi. Riset
operasi, sering dikenal dengan “Sains Manajemen”, mencoba pendekatan sains
untuk menyelesaikan masalah dalam manajemen, khususnya di bidang logistik dan
operasi.
Keahlian
manajemen anda yang efektif, tidak terlalu bisa anda terapkan dalam perang.
Yang diperlukan adalah kemampuan memimpin.” Sekarang ini Steward sudah menjadi
pengacara yang sukses di Amerika Serikat. Ketika anda belajar manajemen, anda
selalu teringat oleh Henry Fayol. Ia, di tahun 1916 memperkenalkan konsep
manajemen yang berupa merencanakan, mengorganisasikan, memerintahkan, dan
mengawasi. Ketika ada orang bertanya kepadanya, apa tugas dari seorang dirut?
POSDCORB jawabnya. Itu adalah kepanjangan dari planning, organizing, staffing,
directing, coordinating, reporting dan budgeting. Ia mengemukakan istilah itu
di tahun 1930. Akronim manajemen itu ringkas dan mudah diingat.
PEMBAHASAN
A.
Fungsi manajemen
Fungsi
manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam
proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan
kegiatan untuk mencapai tujuan. Fungsi manajemen pertama kali diperkenalkan
oleh seorang industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20.
Ketika itu, ia menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu merancang,
mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan. Namun saat ini,
kelima fungsi tersebut telah diringkas menjadi empat, yaitu perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian.
Perencanaan
adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki.
Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan perusahaan secara keseluruhan dan
cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu. Manajer mengevaluasi berbagai rencana
alternatif sebelum mengambil tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang
dipilih cocok dan dapat digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan. Perencanaan
merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa
perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan.
Fungsi
kedua adalah pengorganisasian atau organizing. Pengorganisasian dilakukan
dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih
kecil. Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan
menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah
dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan
tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana
tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas
tersebut, pada tingkatan mana keputusan harus diambil.
Pengarahan
atau directing adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota
kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial
dan usaha-usaha. Jadi actuating artinya adalah menggerakkan orang-orang agar
mau bekerja dengan sendirinya atau penuh kesadaran secara bersama-sama untuk
mencapai tujuan yang dikehendaki secara efektif. Dalam hal ini yang dibutuhkan
adalah kepemimpinan (leadership).
Pengevaluasian
atau evaluating dalah proses pengawasan dan pengendalian performa perusahaan
untuk memastikan bahwa jalannya perusahaan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Seorang manajer dituntut untuk menemukan masalah yang ada dalam
operasional perusahaan, kemudian memecahkannya sebelum masalah itu menjadi
semakin besar.
B.
Tingkatan manajer
Pada
organisasi berstruktur tradisional, manajer sering dikelompokan menjadi manajer
puncak, manajer tingkat menengah, dan manajer lini pertama (biasanya
digambarkan dengan bentuk piramida, di mana jumlah karyawan lebih besar di
bagian bawah daripada di puncak). manejemen lini pertama (first-line
management), dikenal pula dengan istilah manajemen operasional, merupakan
manajemen tingkatan paling rendah yang bertugas memimpin dan mengawasi karyawan
non-manajerial yang terlibat dalam proses produksi. Mereka sering disebut
penyelia (supervisor), manajer shift, manajer area, manajer kantor, manajer
departemen, atau bahkan mandor (foreman). Satu tingkat di atasnya adalah middle
management atau manajemen tingkat menengah.
Manajer
menengah mencakup semua manajemen yang berada di antara manajer lini pertama
dan manajemen puncak dan bertugas sebagai penghubung antara keduanya. Jabatan
yang termasuk manajer menengah di antaranya kepala bagian, pemimpin proyek,
manajer pabrik, atau manajer divisi. Di bagian puncak pimpinan organisasi
terdapat manajemen puncak yang sering disebut dengan executive officer atau top
management. Bertugas merencanakan kegiatan dan strategi perusahaan secara umum
dan mengarahkan jalannya perusahaan. Contoh top manajemen adalah CEO (chief
executive officer) dan CFO (chief financial officer)
Meskipun
demikian, tidak semua organisasi dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan menggunakan
bentuk piramida tradisional ini. Misalnya pada organisasi yang lebih fleksibel
dan sederhana, dengan pekerjaan yang dilakukan oleh tim karyawan yang selalu
berubah, berpindah dari satu proyek ke proyek lainnya sesuai dengan dengan
permintaan pekerjaan.
C.
Peran Manajer
Seorang
ahli riset ilmu manajemen, mengemukakan bahwa ada sepuluh peran yang dimainkan
oleh manajer di tempat kerjanya. Ia kemudian mengelompokan kesepuluh peran itu
ke dalam tiga kelompok, yaitu peran antarpribadi, peran informasional, dan
peran pengambilan keputusan. Peran antarpribadi adalah peran yang melibatkan
orang dan kewajiban lain, yang bersifat seremonial dan simbolis. Tiga peran
antarpribadi itu meliputi peran sebagai figur untuk anak buah, pemimpin, dan
penghubung. Peran informasional meliputi peran manajer sebagai pemantau dan
penyebar informasi, serta peran sebagai juru bicara. Peran ketiga yaitu peran
pengambil keputusan. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah peran sebagai
seorang wirausahawan, pemecah masalah, pembagi sumber daya, dan perunding.
Mintzberg kemudian menyimpulkan bahwa secara garis besar, aktivitas yang
dilakukan oleh manajer adalah berinteraksi dengan orang lain.
D.
Keterampilan Manajer
Mengemukakan
bahwa setiap manajer membutuhkan minimal tiga keterampilan dasar. Keterampilan
pertama adalah keterampilan konseptual (conceptional skill). Manajer tingkat
atas (top manager) harus memiliki keterampilan untuk membuat konsep, ide, dan
gagasan demi kemajuan organisasi. Gagasan atau ide serta konsep tersebut kemudian
haruslah dijabarkan menjadi suatu rencana kegiatan untuk mewujudkan gagasan
atau konsepnya itu. Proses penjabaran ide menjadi suatu rencana kerja yang
kongkret itu biasanya disebut sebagai proses perencanaan atau planning.
Oleh
karena itu, keterampilan konsepsional juga meruipakan keterampilan untuk
membuat rencana kerja. Selain kemampuan konsepsional, manajer juga perlu
dilengkapi dengan keterampilan berkomunikasi atau keterampilan berhubungan
dengan orang lain, yang disebut juga keterampilan kemanusiaan (humanity skill).
Komunikasi yang persuasif harus selalu diciptakan oleh manajer terhadap bawahan
yang dipimpinnya. Dengan komunikasi yang persuasif, bersahabat, dan kebapakan
akan membuat karyawan merasa dihargai dan kemudian mereka akan bersikap terbuka
kepada atasan.
Keterampilan
berkomunikasi diperlukan, baik pada tingkatan manajemen atas, menengah, maupun
bawah. Keterampilan ketiga adalah keterampilan teknis yang pada umumnya
merupakan bekal bagi manajer pada tingkat yang lebih rendah. Keterampilan
teknis ini merupakan kemampuan untuk menjalankan suatu pekerjaan tertentu,
misalnya menggunakan program komputer, memperbaiki mesin, membuat kursi,
akuntansi dan lain-lain.
Selain
tiga keterampilan dasar di atas, dalam bukunya Business 8th Edition menambahkan
dua keterampilan dasar yang perlu dimiliki manajer, yaitu keterampilan
manajemen waktu dan keterampilan membuat keputusan.
Kemampuan
manajemen waktu merujuk pada kemampuan seorang manajer untuk menggunakan waktu
yang dimilikinya secara bijaksana. Griffin mengajukan contoh kasus Lew
Frankfort dari. Pada tahun 2004, sebagai manajer, Frankfort digaji $2.000.000
per tahun. Jika diasumsikan bahwa ia bekerja selama 50 jam per minggu dengan
waktu cuti 2 minggu, maka gaji Frankfort setiap jamnya adalah $800 per
jam—sekitar $13 per menit. Dari sana dapat kita lihat bahwa setiap menit yang
terbuang akan sangat merugikan perusahaan. Kebanyakan manajer, tentu saja,
memiliki gaji yang jauh lebih kecil dari Frankfort. Namun demikian, waktu yang
mereka miliki tetap merupakan aset berharga, dan menyianyiakannya berarti
membuang-buang uang dan mengurangi produktivitas perusahaan.
Keterapilan
kedua, yaitu keterampilan membuat keputusan, adalah kemampuan untuk
mendefinisikan masalah dan menentukan cara terbaik dalam memecahkannya.
Kemampuan membuat keputusan adalah yang paling utama bagi seorang manajer,
terutama bagi kelompok manajer atas (top manager). Griffin mengajukan tiga
langkah dalam pembuatan keputusan. Pertama, seorang manajer harus
mendefinisikan masalah dan mencari berbagai alternatif yang dapat diambil untuk
menyelesaikannya. Kedua, manajer harus mengevaluasi setiap alternatif yang ada
dan memilih sebuah alternatif yang dianggap paling baik. Dan terakhir, manajer
harus mengimplementasikan alternatif yang telah ia pilih serta mengawasi dan
mengevaluasinya agar tetap berada di jalur yang benar.
E.
Sarana Manajemen
Untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan diperlukan alat-alat sarana (tools).
Tools merupakan syarat suatu usaha untuk mencapai hasil yang ditetapkan. Tools
tersebut dikenal dengan 6M, yaitu men, money, materials, machines, method, dan
markets.
Man
merujuk pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi. Dalam
manajemen, adalah yang paling menentukan. Manusia yang membuat tujuan dan manusia
pula yang melakukan proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada
proses kerja, sebab pada dasarnya manusia adalah makhluk kerja. Oleh karena
itu, manajemen timbul karena adanya orang-orang yang berkerja sama untuk
mencapai tujuan
Money
atau Uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan. Uang merupakan
alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat diukur
dari jumlah uang yang beredar dalam. Oleh karena itu uang merupakan alat
(tools) yang penting untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu harus
diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan berapa uang
yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang
dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu
organisasi.
Material
terdiri dari bahan setengah jadi (raw material) dan bahan jadi. Dalam dunia
usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia yang ahli dalam
bidangnya juga harus dapat menggunakan bahan/materi-materi sebagai salah satu
sarana. Sebab materi dan manusia tidaki dapat dipisahkan, tanpa materi tidak
akan tercapai hasil yang dikehendaki.
Machine
atau digunakan untuk memberi kemudahan atau menghasilkan keuntungan yang lebih
besar serta menciptakan efesiensi kerja.
Metode
adalah suatu tata cara kerja yang memperlancar jalannya pekerjaan manajer.
Sebuah metode daat dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja suatu
tugas dengan memberikan berbagai pertimbangan-pertimbangan kepada sasaran,
fasilitas-fasilitas yang tersedia dan penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan
usaha. Perlu diingat meskipun metode baik, sedangkan orang yang melaksanakannya
tidak mengerti atau tidak mempunyai pengalaman maka hasilnya tidak akan
memuaskan. Dengan demikian, peranan utama dalam manajemen tetap manusianya
sendiri.
Market
atau pasar adalah tempat di mana organisasi menyebarluaskan (memasarkan)
produknya. Memasarkan produk sudah barang tentu sangat penting sebab bila
barang yang diproduksi tidak laku, maka proses produksi barang akan berhenti.
Artinya, proses kerja tidak akan berlangsung. Oleh sebab itu, penguasaan dalam
arti menyebarkan merupakan faktor menentukan dalam perusahaan. Agar pasar dapat
dikuasai maka kualitas dan harga barang harus sesuai dengan selera konsumen dan
daya beli (kemampuan) konsumen.
F.
Prinsip Manajemen
Prinsip
dapat didefinisikan sebagai suatu pernyataan fundamental atau kebenaran umum
yang merupakan sebuah pedoman untuk berpikir atau bertindak. Dalam hubungannya
dengan manajemen, prinsip-prinsip bersifat fleksibel dalam arti bahwa perlu di
pertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi khusus dan situasi-sitauasi yang
berubah. Prinsip manajemen ini disusun oleh Henry Fayol, seorang industrialis
Perancis.
Prinsip-prinsip umum manajemen (general principle of management) teridiri dari:
Prinsip-prinsip umum manajemen (general principle of management) teridiri dari:
1.
Pembagian kerja (Division of work)
Pembagian
kerja harus disesuaikan dengan kemampuan dan keahlian sehingga pelaksanaan
kerja berjalan efektif. Oleh karena itu, dalam penempatan harus menggunakan
prinsip the right man in the right place. Pembagian kerja harus subyektif yang
didasarkan atas dasar like and dislike.
Dengan
adanya prinsip the right man in the right place akan memberikan jaminan
terhadap kestabilan, kelancaran dan efesiensi. Pembagian kerja yang baik
merupakan kunci bagi penyelengaraan kerja. kecerobohan dalam pembagian kerja
akan berpengaruh kurang baik dan mungkin menimbulkan kegagalan dalam
penyelenggaraan pekerjaan, oleh karena itu, seorang manajer yang berpengalaman
akan menempatkan pembagian kerja sebagai prinsip utama yang akan menjadi titik
tolak bagi prinsip-prinsip lainnya.
2.
Wewenang dan tanggung jawab (Authority and responsibility)
Setiap
dilengkapi dengan wewenang untuk melakukan pekerjaan dan setiap wewenang
melekat atau diikuti pertanggungjawaban. Wewenang dan tanggung jawab harus
seimbang. Setiap pekerjaan harus dapat memberikan pertanggungjawaban yang
sesuai dengan wewenang. Oleh karena itu, makin kecil wewenang makin kecil pula
pertanggungjawaban demikian pula sebaliknya.
Tanggung
jawab terbesar terletak pada manajer puncak. Kegagalan suatu usaha bukan
terletak pada karyawan, tetapi terletak pada puncak pimpinannya karena yang
mempunyai wewemang terbesar adalah manajer puncak. oleh karena itu, apabila
manajer puncak tidak mempunyai keahlian dan kepemimpinan, maka wewenang yang
ada padanya merupakan bumerang.
3.
Disiplin (Discipline)
Disiplin
merupakan perasaan taat dan patuh terhadap pekerjaan yang menjadi tanggung
jawab. Disiplin ini berhubungan erat dengan wewenang. Apabila wewenang tidak
berjalan dengan semestinya, maka disiplin akan hilang. Oleh karena ini,
pemegang wewenang harus dapat menanamkan disiplin terhadap disrinya sendiri
sehingga mempunyai tanggung jawab terhadap pekerajaan sesuai dengan weweanng
yang ada padanya.
4.
Kesatuan perintah (Unity of command)
Dalam
melakasanakan pekerjaan, karyawan harus memperhatikan prinsip kesatuan perintah
sehingga pelaksanaan kerja dapat dijalankan dengan baik. Karyawan harus tahu
kepada siapa ia harus bertanggung jawab sesui dengan wewenang yang
diperolehnya. Perintah yang datang dari manajer lain kepada serorang karyawan
akan merusak jalannya wewenang dan tanggung jawab serta pembagian kerja.
5.
Kesatuan pengarahan (Unity of direction)
Dalam
melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawabnya, karyawan perlu diarahkan menuju
sasarannya. Kesatuan pengarahan bertalian erat dengan pembagian kerja. Kesatuan
pengarahan tergantung pula terhadap kesatuan perintah. Dalam pelaksanaan kerja
bisa saja terjadi adanya dua perintah sehingga menimbulkan arah yang
berlawanan. Oleh karena itu, perlu alur yang jelas dari mana karyawan mendapat
wewenang untuk pmelaksanakan pekerjaan dan kepada siapa ia harus mengetahui
batas wewenang dan tanggung jawabnya agar tidak terjadi kesalahan. Pelaksanaan
kesatuan pengarahan (unity of directiion) tidak dapat terlepas dari pembaguan
kerja, wewenang dan tanggung jawab, disiplin, serta kesatuan perintah.
6.
Mengutamakan kepentingan organisasi di atas kepentingan sendiri
Setiap
karyawan harus mengabdikan kepentingan sendiri kepada kepentingan organisasi.
Hal semacam itu merupakan suatu syarat yang sangat penting agar setiap kegiatan
berjalan dengan loancar sehingga tujuan dapat tercapai dengan baik
Setian
karyawan dapat mengabdikan kepentingan pribadi kepada kepentingan organisasi
apabila memiliki kesadaran bahwa kepentingan pribadi sebenarnya tergantung
kepada berhasil-tidaknya kepentingan organisasi. Prinsip pengabdian kepentingan
pribadi kepada kepentingan orgabisasi dapat terwujud, apanila setiap karyawan
merasa senang dalam bekerja sehingga memiliki disiplin yang tinggi.
7.
Penggajian pegawai
Gaji
atau upah bagi karyawan merupakan kompensasi yang menentukan terwujudnya
kelancaran dalam bekerja. Karyawan yang diliputi perasaan cemas dan kekurangan
akan sulit berkonsentrasi terhadap tugas dan kewajibannya sehingga dapat
mengakibatkan ketidaksempurnaan dalam bekerja. Oleh karena itu, dalam prinsip
penggajian haris dipikirkan bagaimana agar karyawan dapat bekerja dengan
tenang. Sistem penggajian harus diperhitungkan agar menimbuulkan kedisiplinan
dan kegairahan kerja sehingga karyawan berkompetisi untuk membuat prestasi yang
lebih besar. Prinsip more pay for more prestige (upaya lebih untuk prestasi
lebih), dan prinsip upah sama untuk prestasi yang sama perlu diterapkan sebab
apabila ada perbedaan akan menimbulkan kelesuan dalam bekerja dan mungkin akan
menimbulkan tindakan tidak disiplin.
8.
Pemusatan (Centralization)
Pemusatan
wewenang akan menimbulkan pemusatan tanggung jawab dalam suatu kegiatan.
Tanggung jawab terakhir terletak ada orang yang memegang wewenang tertinggi
atau manajer puncak. Pemusatan bukan berarti adanya kekuasaan untuk menggunakan
wewenang, melainkan untuk menghindari kesimpangsiurang wewenang dan tanggung
jawab. Pemusatan wewenang ini juga tidak menghilangkan asas pelimpahan wewenang
(delegation of authority)
9.
Hirarki (tingkatan)
Pembagian
kerja menimbulkan adanya atasan dan bawahan. Bila pembagian kerja ini mencakup
area yang cukup luas akan menimbulkan hirarki. Hirarki diukur dari wewenang
terbesar yang berada pada manajer puncak dan seterusnya berurutan ke bawah.
dengan adanya hirarki ini, maka setiap karyawan akan mengetahui kepada siapa ia
harus bertanggung jawab dan dari siapa ia mendapat perintah.
10.
Ketertiban (Order)
Ketertiban
dalam melaksanakan pekerjaan merupakan syarat utama karena pada dasarnya tidak
ada orang yang bisa bekerja dalam keadaan atau. Ketertiban dalam suatu
pekerjaan dapat terwujud apabila seluruh karyawan, baik atasan maupun bawahan
mempunyai disiplin yang tinggi. Oleh karena itu, ketertiban dan disiplin sangat
dibutuhkan dalam mencapai tujuan.
11.
Keadilan dan kejujuran
dan
kejujuran merupakan salah satu syarat untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Keadilan dan kejujuran terkait dengan karyawan dan tidak dapat
dipisahkan. Keadilan dan kejujuran harus ditegakkan mulai dari atasan karena
atasan memiliki wewenang yang paling besar. Manajer yang adil dan jujur akan
menggunakan wewenangnya dengan sebaik-baiknya untuk melakukan keadilan dan
kejujuran pada bawahannya.
12.
Stabilitas kondisi karyawan
Dalam
setiap kegiatan kestabilan karyawan harus dijaga sebaik-baiknya agar segala
pekerjaan berjalan dengan lancar. Kestabilan karyawan terwujud karena adanya
disiplin kerja yang baik dan adanya ketertiban dalam kegiatan. sebagai makhluk
sosial yang memiliki keinginan, perasaan dan pikiran. Apabila keinginannya
tidak terpenuhi, perasaan tertekan dan pikiran yang kacau akan menimbulkan
goncangan dalam bekerja.
13.
Prakarsa (Inisiative)
Prakarsa
timbul dari dalam diri seseorang yang menggunakan daya pikir. Prakarsa
menimbulkan kehendak untuk mewujudkan suatu yang berguna bagi penyelesaian
pekerjaan dengan sebaik-beiknya. Jadi dalam prakarsa terhimpun kehendak,
perasaan, pikiran, keahlian dan pengalaman seseorang. Oleh karena itu, setiap
prakarsa yang datang dari karyawan harus dihargai. Prakarsa (inisiatif)
mengandung arti menghargai orang lain, karena itu hakikatnya manusia butuh
penghargaan. Setiap penolakan terhadap prakarsa karyawan merupakan salah satu
langkah untuk menolak gairah kerja. Oleh karena itu, seorang manajer yang bijak
akan menerima dengan senang hari prakarsa-prakarsa yang dilahirkan karyawannya.
14.
Semangat kesatuan, semangat korps
Setiap
karyawan harus memiliki rasa kesatuan, yaitu rasa senasib sepenanggyungan
sehingga menimbulkan semangat kerja sama yang baik. semangat kesatuan akan
lahir apabila setiap karyawan mempunyai kesadaran bahwa setiap karyawan berarti
bagi karyawan lain dan karyawan lain sangat dibutuhkan oleh dirinya. Manajer
yang memiliki kepemimpinan akan mampu melahirkan semangat kesatuan (esprit de
corp), sedangkan manajer yang suka memaksa dengan cara-cara yang kasar akan
melahirkan friction de corp (perpecahan dalam korp) dan membawa bencana.
G.
Kajian Hawthorne
Kajian
Hawthrone adalah serangkaian kajian yang dilakukan pada tahun 1920-an hingga
1930-an. Kajian ini awalnya bertujuan mempelajari pengaruh berbagai macam
tingkat penerangan lampu terhadap produktivitas kerja. Kajian dilakukan di
Western Electric Company Works di Cicero, Illenois.
Uji
coba dilaksanakan dengan membagi karyawan ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen. Kelompok eksperimen dikenai berbagai macam
intensitas penerangan sementara kelompok kontrol bekerja di bawah intensitas
penerangan yang tetap. Para peneliti mengharapkan adanya perbedaan jika
intensitas cahaya diubah. Namun, mereka mendapatkan hasil yang mengejutkan:
baik tingkat cahaya itu dinaikan maupun diturunkan, output pekerja meningkat
daripada biasanya. Para peneliti tidak dapat menjelaskan apa yang mereka
saksikan, mereka hanya dapat menyimpulkan bahwa intensitas penerangan tidak
berhubungan langsung dengan produktivitas kelompok dan “sesuatu yang lain
pasti” telah menyebabkan hasil itu.
Pada
tahun 1927 dari beserta rekan-rekannya diundang untuk bergabung dalam kajian
ini. Mereka kemudian melanjutkan penelitian tentang produktivitas kerja dengan
cara-cara yang lain, misalnya dengan mendesain ulang jabatan, mengubah lamanya
jam kerja dan hari kerja alam seminggu, memperkenalkan periode istirahat, dan
menyusun rancangan upah individu dan rancangan upah kelompok. Penelitian ini
mengindikasikan bahwa ternyata insentif-insentif di atas lebih sedikit
pengaruhnya terhadap output pekerja dibandingkan dengan tekanan kelompok,
penerimaan kelompok, serta rasa aman yang menyertainya. Peneliti menyimpulkan
bahwa norma-norma sosial atau standar kelompok merupakan penentu utama perilaku
kerja individu.
Kalangan
akademisi umumnya sepakat bahwa Kajian Hawthrone ini memberi dampak dramatis
terhadap arah keyakinan manajemen terhadap peran perlikau manusia dalam
organisasi. Mayo menyimpulkan bahwa:
• Perilaku dan sentimen memiliki kaitan yang sangat erat
• Pengaruh kelompok sangat besar dampaknya pada perilaku individu
• Standar kelompok menentukan hasil kerja masing-masing karyawan
• Uang tidak begitu menjadi faktor penentu output bila dibandingkan dengan standar kelompok, sentimen kelompok, dan rasa aman.
• Perilaku dan sentimen memiliki kaitan yang sangat erat
• Pengaruh kelompok sangat besar dampaknya pada perilaku individu
• Standar kelompok menentukan hasil kerja masing-masing karyawan
• Uang tidak begitu menjadi faktor penentu output bila dibandingkan dengan standar kelompok, sentimen kelompok, dan rasa aman.
Kesimpulan-kesimpulan
itu berakibat pada penekanan baru terhadap faktor perilaku manusia sebagai
penentu berfungsi atau tidaknya organisasi, dan pencapaian sasaran organisasi
tersebut.
H.
Prinsip Dasar Manajemen
Berdasarkan
studi literatur yang saya lakukan terhadap sejumlah buku, artikel, makalah, dan
sumber-sumber literatur lainnya, maka manajemen kinerja yang baik untuk menuju
organisasi berkinerja tinggi, harus mengikuti kaidah-kaidah berikut ini.
Terdapat
suatu indikator kinerja (key performance indicator) yang terukur secara
kuantitatif, serta jelas batas waktu untuk mencapainya. Tentu saja ukuran ini
harus menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi oleh organisasi tersebut.
Jika pada organisasi bisnis atau komersial, maka indikator kinerjanya adalah
berbagai aspek finansial seperti laba, pertumbuhan penjualan, lalu indikator
pemasaran seperti jumlah pelanggan, dan sebagainya. Sedangkan pada organisasi
pemerintahan seperti POLRI, maka ukuran kinerja tentu berbagai bentuk pelayanan
kepada masyarakat. Semuanya harus terukur secara kuantitatif dan dimengerti
oleh berbagai pihak yang terkait, sehingga nanti pada saat evaluasi kita bisa mengetahui,
apakah kinerja sudah mencapai target atau belum. Michael Porter, seorang
profesor dari Harvard Business School mengungkapkan bahwa kita tidak bisa
memanajemeni sesuatu yang tidak dapat kita ukur. Jadi, ukuran kuantitatif itu
penting. Organisasi yang tidak memiliki indikator kinerja, biasanya tidak bisa
diharapkan mampu mencapai kinerja yang memuaskan para pihak yang berkepentingan
(stakeholders).
Semua
ukuran kinerja tersebut biasanya dituangkan ke dalam suatu bentuk kesepakatan
antara atasan dan bawahan yang sering disebut sebagai kontrak kinerja
(performance contract). Dengan adanya kontrak kinerja, maka atasan bisa menilai
apakah si bawahan sudah mencapai kinerja yang diinginkan atau belum. Kontrak
kinerja ini berisikan suatu kesepakatan antara atasan dan bawahan mengenai
indikator kinerja yang ingin dicapai, baik sasaran pancapaiannya maupun jangka
waktu pencapaiannya. Ada 2 (dua) hal yang perlu dicantumkan dalam kontrak
kinerja, yaitu sasaran akhir yang ingin dicapai (lag) serta program kerja untuk
mencapainya (lead). Mengapa keduanya dicantumkan ? Supaya pada saat evaluasi
nanti berbagai pihak bisa bersikap fair, tidak melihat hasil akhir semata,
melainkan juga proses kerjanya. Adakalanya seorang bawahan belum mencapai semua
hasil akhir yang ditargetkan, tetapi dia sudah melaksanakan semua program kerja
yang sudah digariskan. Tentu saja atasan tetap harus memberikan reward untuk
dedikasinya, walaupun sasaran akhir belum tercapai. Ini juga bisa menjadi basis
untuk perbaikan di masa yang akan datang (continuous improvements).
Terdapat
suatu proses siklus manajemen kinerja yang baku dan dipatuhi untuk dikerjakan
bersama, yaitu (1) perencanaan kinerja berupa penetapan indikator kinerja,
lengkap dengan berbagai strategi dan program kerja yang diperlukan untuk
mencapai kinerja yang diinginkan, lalu (2) pelaksanaan, di mana organisasi
bergerak sesuai dengan rencana yang telah dibuat, jika ada perubahan akibat
adanya perkembangan baru, maka lakukanlah perubahan tersebut, dan terakhir (3)
evaluasi kinerja, yaitu menganalisis apakah realisasi kinerja sesuai dengan
rencana yang sudah ditetapkan dulu ? Semuanya harus serba kuantitatif.
Adanya
suatu sistem reward dan punishment yang bersifat konstruktif dan konsisten
dijalankan. Konsep reward ini tidak melulu bersifat finansial, melainkan juga
dalam bentuk lain, seperti promosi, kesempatan pendidikan, dan sebagainya.
Reward dan punishment diberikan setelah melihat hasil realisasi kinerja, apakah
sesuai dengan indikator kinerja yang telah direncanakan atau belum. Tentu saja
ada suatu performance appraisal atau penilaian kinerja terlebih dahulu sebelum
reward dan punishment diberikan. Hati-hati dengan pemberian punishment, karena
dalam banyak hal, pembinaan jauh lebih bermanfaat.
Terdapat
suatu mekanisme performance appraisal atau penilaian kinerja yang relatif
obyektif, yaitu dengan melibatkan berbagai pihak. Konsep yang sangat terkenal
adalah penilaian 360 derajat, di mana penilaian kinerja dilakukan oleh atasan,
rekan sekerja, pengguna jasa, serta bawahan. Pada prinsipnya manusia itu
berpikir secara subyektif, tetapi berpikir bersama mampu mengubah sikap
subyektif itu menjadi sangat mendekati obyektif. Dengan demikian, ternyata
berpikir bersama jauh lebih obyektif daripada berpikir sendiri-sendiri. Ini
adalah semangat yang ingin dibawa oleh konsep penilaian 360 derajat. Walaupun
banyak kritik yang diberikan terhadap konsep ini, tetapi cukup banyak yang
menggunakannya di berbagai organisasi.
Terdapat suatu gaya kepemimpinan (leadership style) yang mengarah kepada pembentukan organisasi berkinerja tinggi. Inti dari kepemimpinan seperti ini adalah adanya suatu proses coaching, counseling, dan empowerment kepada para bawahan atau sumber daya manusia di dalam organisasi. Satu aspek lain yang sangat penting dalam gaya kepemimpinan adalah, sikap followership, atau menjadi pengikut.
Terdapat suatu gaya kepemimpinan (leadership style) yang mengarah kepada pembentukan organisasi berkinerja tinggi. Inti dari kepemimpinan seperti ini adalah adanya suatu proses coaching, counseling, dan empowerment kepada para bawahan atau sumber daya manusia di dalam organisasi. Satu aspek lain yang sangat penting dalam gaya kepemimpinan adalah, sikap followership, atau menjadi pengikut.
Bayangkan
jika semua orang menjadi komandan di dalam organisasi, lantas siapakah yang
menjadi pelaksana ? Bukannya kinerja tinggi yang muncul, melainkan kekacauan di
dalam organsiasi (chaos). Sejatinya, pada kondisi tertentu seseorang harus
memiliki jiwa kepemimpinan, tetapi pada situasi yang lain, dia juga harus
memahami bahwa dia juga merupakan bagian dari sebuah sistem organisasi yang
lebih besar, yang harus dia ikuti.
Menerapkan
konsep manajemen SDM berbasis kompetensi. Umumnya organisasi berkinerja tinggi
memiliki kamus kompetensi dan menerapkan kompetensi tersebut kepada hal-hal
penting, seperti manajemen kinerja, rekruitmen dan seleksi, pendidikan dan
pengembangan, dan promosi. Seperti yang diuraikan pada awal makalah ini,
kompetensi tersebut setidaknya mencakup 3 (tiga) hal, yaitu kompetensi inti
organsiasi, kompetensi perilaku, serta kompetensi teknikal yang spesifik
terhadap pekerjaan.
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
Kemampuan
manajemen waktu merujuk pada kemampuan seorang manajer untuk menggunakan waktu
yang dimilikinya secara bijaksana
Menerapkan
konsep manajemen SDM berbasis kompetensi. Umumnya organisasi berkinerja tinggi
memiliki kamus kompetensi dan menerapkan kompetensi tersebut kepada hal-hal
penting, seperti manajemen kinerja, rekruitmen dan seleksi, pendidikan dan
pengembangan, dan promosi. Seperti yang diuraikan pada awal makalah ini,
kompetensi tersebut setidaknya mencakup 3 (tiga) hal, yaitu kompetensi inti
organsiasi, kompetensi perilaku, serta kompetensi teknikal yang spesifik
terhadap pekerjaan.
Jika
kompetensi ini sudah dibakukan di dalam organisasi, maka kegiatan manajemen SDM
akan menjadi lebih transparan, dan pimpinan organisasi juga dengan mudah
mengetahui kompetensi apa saja yang perlu diperbaiki untuk membawa organisasi
menjadi berkinerja tinggi.
Terdapat
suatu gaya kepemimpinan (leadership style) yang mengarah kepada pembentukan
organisasi berkinerja tinggi. Inti dari kepemimpinan seperti ini adalah adanya
suatu proses coaching, counseling, dan empowerment kepada para bawahan atau
sumber daya manusia di dalam organisasi. Satu aspek lain yang sangat penting
dalam gaya kepemimpinan adalah, sikap followership, atau menjadi pengikut.
Bayangkan
jika semua orang menjadi komandan di dalam organisasi, lantas siapakah yang
menjadi pelaksana ? Bukannya kinerja tinggi yang muncul, melainkan kekacauan di
dalam organsiasi (chaos). Sejatinya, pada kondisi tertentu seseorang harus
memiliki jiwa kepemimpinan, tetapi pada situasi yang lain, dia juga harus
memahami bahwa dia juga merupakan bagian dari sebuah sistem organisasi yang
lebih besar, yang harus dia ikuti.
B. SARAN
Menerapkan
konsep manajemen SDM berbasis kompetensi. Umumnya organisasi berkinerja tinggi
memiliki kamus kompetensi dan menerapkan kompetensi tersebut kepada hal-hal
penting, seperti manajemen kinerja, rekruitmen dan seleksi, pendidikan dan
pengembangan, dan promosi. Seperti yang diuraikan pada awal makalah ini,
kompetensi tersebut setidaknya mencakup 3 (tiga) hal, yaitu kompetensi inti
organsiasi, kompetensi perilaku, serta kompetensi teknikal yang spesifik
terhadap pekerjaan. Jika kompetensi ini sudah dibakukan di dalam organisasi,
maka kegiatan manajemen SDM akan menjadi lebih transparan, dan pimpinan organisasi
juga dengan mudah mengetahui kompetensi apa saja yang perlu diperbaiki untuk
membawa organisasi menjadi berkinerja tinggi
Ingatlah
pilar-pilar tinggi dalam manajemen unggul Perlunya perencanaan yang seksama,
pertimbangan dan pengambilan keputusan yang sehat, implementasi dan pemantauan
keputusan dan pengoperasian yang hati-hati dan kreatif, serta kepedulian
terhadap karyawan dan hasilnya, yang didasarkan pada ketrampilan manajemen
serta gaya manajemen kelas satu. Ketrampilan ini mencakup perencanaan, pengorganisasian,
penyusunan staff, pembuatan keputusan, penganggaran, inovasi, komunikasi,
representasi, pengendalian, pengarahan dan pemberian motivasi, hubungan
personal
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Purwanto,
Yadi, 2001, makalah: Manajemen Modul Latihan, PT. Cendekia Informatika, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar